"Pendidikanku Tak Segelap Duniaku" itulah judul video yang kami (K.Nisa, Nurul, dan Uswatun) buat. Video ini menceritakan tentang pendidikan di SLBN-A Kota Bandung (SLB untuk penyandang tunanetra), khususnya pembelajaran matematika.
Mau tau secara lengkapnya, buka link di bawah ini dan tonton videonya. ^_^
http://www.youtube.com/watch?v=c0Z0xKPfaYo
Berikut ini adalah Powerpoint "Jenis-jenis Segitiga". Powerpoint ini bisa digunakan untuk siapa saja yang membutuhkan . semoga bermanfaat.... ^_^
Silakan klik link di bawah ini
Didaktis adalah sesuatu yang menjadi
penekanan dalam pembelajaran sejak tahap perencanaan pembelajaran. Analisis
didaktis sebelum pembelajaran, difokuskan pada hubungan tiga serangkai antara
guru, siswa, dan materi sehingga dapat menjadi arahan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Hasil analisis didaktis digunakan untuk proses pembuatan
rancangan atau desain.
Desain didaktis merupakan desain bahan
ajar matematika yang memperhatikan respon siswa. Sebelum proses pembelajaran,
biasanya guru membuat rancangan pembelajaran agar urutan aktivitas dan situasi
didaktis dapat diupayakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Dalam
mengembangkan desain didaktis, aktivitas guru dirancang bukan hanya untuk
berfokus kepada siswa maupun materi pembelajaran tetapi pada hubungan antara
siswa dengan materi pembelajaran.
Hubungan
guru-siswa-materi digambarkan oleh Kansanen (Suryadi, 2010: 62) sebagai sebuah
‘segitiga didaktis yang menggambarkan Hubungan Didaktis (HD) antara siswa dan
materi, serta Hubungan Pedagogis (HP) antara guru dan siswa.’
Peran
guru yang paling utama dalam segitiga didaktis menurut Suryadi (2010: 63)
adalah
Menciptakan
suatu situasi didaktis (didactical situation)
sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa (learning situation). Ini berarti bahwa seorang guru selain perlu
menguasai materi ajar, juga perlu memiliki pengetahuan
lain yang terkait dengan siswa serta mampu menciptakan situasi didaktis yang
dapat mendorong proses belajar secara optimal.
Pada saat guru merancang sebuah
situasi didaktis, maka guru juga harus memikirkan prediksi respon siswa atas
situasi tersebut serta antisipasinya sehingga tercipta situasi didaktis baru.
Antisipasi tersebut tidak hanya menyangkut hubungan siswa-materi, tetapi juga
hubungan guru-siswa, yang disebut sebagai Antisipasi Didaktis dan Pedagogis
(ADP). Ini menggambarkan bahwa proses berpikir guru tidak sederhana. Oleh
karena itu, kemampuan selanjutnya yang harus dimiliki guru menurut Suryadi
(2010: 69) disebut kemampuan metapedadidaktik yang dapat diartikan sebagai
kemampuan guru untuk :
(1)memandang
komponen-komponen segitiga didaktis yang dimodifikasi yaitu ADP, HD, dan HP
sebagai suatu kesatuan yang utuh, (2)mengembangkan tindakan sehingga tercipta
situasi didaktis dan pedagogis yang sesuai dengan kebutuhan siswa,
(3)mengidentifikasi serta menganalisis respon siswa sebagai akibat tindakan
didaktis maupun pedagogis yang dilakukan, (4)melakukan tindakan didaktis dan pedagogis
lanjutan berdasarkan hasil analisis respon siswa menuju pencapaian target
pembelajaran.
Selanjutnya hubungan
guru-siswa-materi digambarkan oleh Suryadi (2010: 69) sebagai sebuah limas
dengan titik puncaknya adalah guru yang memandang alas limas sebagai segitiga
didaktis yang dimodifikasi.
Metapedadidaktik
meliputi tiga komponen yang terintegrasi yaitu kesatuan, fleksibilitas, dan
koherensi. Komponen kesatuan berkenaan dengan kemampuan guru untuk memandang
sisi-sisi segitiga didaktis yang dimodifikasi sebagai sesuatu yang utuh dan
saling berkaitan erat. Sebelum peristiwa pembelajaran terjadi, guru tentu
melakukan proses berpikir tentang skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan
yang disebut prospective analysis (Suryadi
2010: 74). Hal terpenting yang dilakukan dalam proses tersebut adalah berkaitan
dengan prediksi respon siswa sebagai akibat tindakan didaktis maupun pedagogis
yang akan dilakukan. Berdasarkan prediksi tersebut selanjutnya guru juga
berpikir tentang antisipasi atas berbagai kemungkinan yang akan terjadi.Yakni, bagaimana jika respon siswa sesuai
dengan prediksi guru, bagaimana jika hanya sebagian yang diprediksikan saja
yang muncul, dan bagaimana pula jika apa yang diprediksikan ternyata tidak
terjadi. Semua kemungkinan ini tentu harus sudah terpikirkan oleh guru sebelum
peristiwa pembelajaran terjadi.
Dalam
suatu peristiwa pembelajaran, guru tentu saja akan memulai aktivitas sesuai
skenario yang memuat antisipasi didaktis dan pedagogis. Pada saat guru
menciptakan sebuah situasi didaktis, terdapat tiga kemungkinan yang bisa
terjadi terkait respon siswa atas situasi tersebut yaitu seluruhnya sesuai
prediksi guru, sebagian sesuai prediksi, atau tidak ada satupun yang sesuai
prediksi. Walaupun secara keseluruhan hanya ada tiga kemungkinan seperti itu,
akan tetapi pada kenyataannya respon siswa tersebut tidak mungkin muncul
seragam untuk setiap siswa. Artinya apabila respon siswa seluruhnya sesuai
dengan prediksi guru, bukan berarti setiap siswa memberikan respon yang sama
melainkan secara akumulasi respon yang diberikan siswa sesuai prediksi. Dengan
kata lain, jika dilihat dari sisi siswanya, maka akan ada siswa yang memberikan
respon sesuai prediksi, ada siswa yang sebagian responnya sesuai prediksi, ada
yang responnya tidak sesuai prediksi, dan mungkin pula ada yang tidak
memberikan respon. Situasi seperti ini tentu menjadi tantangan bagi guru untuk
mampu mengidentifikasi setiap kemungkinan yang terjadi, menganalisis situasi
tersebut, serta mengambil tindakan secara cepat dan tepat.
Tindakan
yang diambil guru setelah melakukan analisis secara cepat terhadap berbagai
respon yang muncul, bisa bersifat didaktis maupun pedagogis. Dalam
kenyataannya, yang menjadi sasaran tindakan tersebut bisa bervariasi tergantung hasil analisis guru. Akibat
dari tindakan yang dilakukan tersebut tentu akan menciptakan situasi baru yang
sangat tergantung pada jenis tindakan serta sasaran yang dipilih. Pada saat
suatu situasi didaktis dan atau pedagogis terjadi, maka pada saat yang sama
guru akan berpikir tentang respon siswa yang mungkin beragam, keterkaitan
respon siswa dengan prediksi serta antisipasinya, dan tindakan apa yang akan
diambil setelah sebelumnya melakukan identifikasi serta analisis yang cermat.
Dengan demikian, selama proses pembelajaran berjalan guru akan senantiasa
berpikir tentang keterkaitan antara tiga hal yaitu antisipasi
didaktis-pedagogis, hubungan didaktis siswa-materi, dan hubungan pedagogis
guru-siswa.
Komponen yang kedua adalah
fleksibilitas. Skenario,
respon siswa, serta antisipasinya hanyalah rencana yang belum tentu menjadi
kenyataan. Dalam pembelajaran, guru harus mampu memodifikasi hal-hal tersebut
sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Hal ini sangat penting untuk dilakukan sebagai konsekuensi
logis dari pandangan bahwa pada hakekatnya siswa memiliki otoritas untuk
mencapai suatu kemampuan sesuai kapasitasnya sendiri. Dengan demikian
antisipasi yang telah disiapkan perlu disesuaikan dengan kondisi didaktis dan
pedagogis yang terjadi.
Komponen yang ketiga adalah koherensi. Situasi
didaktis yang diciptakan sejak awal pembelajaran tidak akan bersifat tetap,
karena ada respon siswa yang terjadi saat pembelajaran. Akibatnya akan muncul
situasi didaktis dan situasi pedagogis baru. Karena terjadi perubahan-perubahan
saat proses pembelajaran, maka guru perlu memperhatikan koherensi atau
pertalian logis dari tiap situasi sehingga tercipta proses pembelajaran yang
optimal.